Pintu Masuk Desa Tenganan, Pegringsingan, Kabupaten Karangasem (dok. mainjalan.com) |
Menginjakkan
kaki ke Bali bukan kali pertama bagi saya. Kalau dihitung sejak pertama kali ke
Bali ya sudah 7 kali dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini. Bukan hanya
untuk liburan atau karya wisata waktu sekolah tapi juga pernah datang ke Bali
untuk bekerja, ya saya mengawal (organized)
rombongan gathering sebuah perusahaan
selama 5 hari 4 malam di Bali.
Bosan?
Tentu jawabannya tidak. Bali selalu mempunyai daya tarik yang tidak akan
membosankan. Saya bertekad untuk berkeliling ke Bali dan awal tahun 2018 ini
saya hampir lunas keliling Bali *lol :D
Agenda
liburan tahun ini ke Bali selama 9 hari yaitu explore Karangasem, Ubud, Bangli, Bedugul, dan Denpasar. Tapi kali
ini saya akan berbagi cerita mengenai bagaimana pertama kalinya saya ke
Kabupaten Karangasem ya.
Terletak
sekitar 25 KM dari puncak Gunung Agung membuat saya dan ketiga teman baik saya
agak ragu untuk explore Karangasem. Berbekal
informasi sana sini akhirnya kami mantap untuk ke sana. Tujuan pertama kami
adalah Desa Adat Tenganan. Kemudian dilanjutkan ke Taman Ujung Karangasem, Rumah
Cokelat Jasri, dan Pantai Blue Lagoon (yang pada akhirnya ke Padangbai hehe).
Namanya juga rencana bisa berubah-ubah berdasarkan kondisi cuaca dan juga
jarak. Terutama kondisi cuaca yang menjadi pertimbangan kami. Bali masih
diguyur hujan hampir setiap hari. Kalau tidak hujan ya mendung. Jadi selama di
Bali kemarin sunrise maupun sunset hanyalah mimpi belaka bagi kami.
Tenganan,
Pegringsingan, Desa Bali Aga
Bertolak
dari Denpasar pukul 08.30 WITA dengan ditemani hujan sedang kami semangat
menuju tempat ini. Sebelum kami melancong, isi (perut) bensin dulu. Kami
diantar oleh driver merangkap sebagai
guide juga namanya Pak Putu Sideman.
Pak Putu yang diam-diam kocak ini memberi informasi lengkap terkait jarak
tempuh dan kondisi jalan. So,
disarankan untuk mengisi perut cukup dan membawa bekal (makan dan minum selama di perjalanan).
Setelah
puas melahap masakan Bali campur Jawa seharga Rp. 17.000,- saja, kami berlima
meluncur ke Karangasem. Sepanjang perjalanan kami saling bertukar cerita, Pak
Putu banyak cerita soal kondisi kemarin saat Gunung Agung meletus, dan paling
menarik adalah soal adat Bali. Saya sukaaaa...
Pukul
10.15 WITA kami tiba di Desa Bali Aga, Tenganan, Pegringsingan yang masih
ditemani oleh cuaca mendung dan gerimis. Kami memang kesiangan datang kemari. Harusnya
pagi-pagi pukul 07.00 WITA karena ada kerbau yang dilepaskan dan juga ada
semacam ibadah pagi bersama di desa ini. Tapi tidak apa-apalah.
Keramaian Desa Tenganan (dok. mainjalan.com) |
Tenganan
menjadi pesona yang menarik wisatawan baik dalam maupun luar negeri di
Kabupaten Karangasem. Memang untuk menuju ke sini harus menggunakan mobil atau
motor pribadi. Bali memang sulit kendaraan umum semacam angkot atau bus kota
gitu. Jadi ya tetap harus sewa. Tenganan masih menjaga tradisi sejak
berabad-abad silam. Rumah-rumah penduduk yang masih asli tertata rapi seiring
dengan jalanan desa yang bersih. Aahh segar sekali mata saya.
Kami
berjalan hingga ke ujung desa ini. Tidak jarang kami menghentikan langkah untuk
sekedar mengabadikan keindahan ini dan juga menyapa penduduknya yang ramah. Penduduk
Desa Tenganan sebagian besar berprofesi sebagai pengrajin (batik, egg painting, pelukis kayu dan lain-lain).
Sang Pelukis dari Kayu Desa Tenganan (dok. mainjalan.com) |
Kami
juga menemukan posko Erupsi Gunung Agung beserta dapur umumnya. Desa Tenganan
terkena dampak abu dari aktifnya Gunung Agung. Pada ujung desa ini terdapat
Sekolah Dasar (SD) yang masih berlangsung kegiatan belajar mengajarnya. Saya
berkesempatan foto bersama siswa-siswa kelas 1-3 yang sudah pulang sekolah. Senaaangnyaaa...
Ayo Sekolah (dok. mainjalan.com) |
Kami juga menemukan sekelompok Ibu dan remaja puteri yang sedang menenun sambil menikmati musik gamelan Bali (kebayang dong rasanya gimana :) ) jadi kami hanya bisa bengong mengagumi hasil karya mereka.
Tenun Desa Tenganan (dok. mainjalan.com) |
Perjalanan
kami harus berakhir karena tiba-tiba hujan deras datang. Warga yang sedang
menjemur rajinan rotan, menggelar barang dagangannya di halaman rumah, dan juga
hewan-hewan peliharaan langsung diselamatkan ke tempat aman.
Tenganan
memberikan kami banyak pelajaran. Terutama bagi saya. Kesejukan hawanya,
kerukunan penduduknya, dan komitmen mereka untuk tetap menjaga tradisi leluhur
sangat menawan. Indonesia memang kaya.
Etnik banget ya (dok. mainjalan.com) |
Kalau
ke Tenganan jangan lupa isi buku tamu dan juga donasi sukarela untuk kebersihan
desa ya temans :)
Taman
Ujung Karangasem
Hujan
lebat di Desa Tenganan tidak menyurutkan semangat kami untuk lanjut ke
destinasi berikutnya. Pak Putu menanyakan kepada kami, “Sudah pernah belum ke
Taman Ujung Karangasem?” Kami bertiga kompak menjawab “Beluuumm.” Tapi teman
kami yang satu lagi sudah pernah bersama keluarganya. “Meskipun sudah pernah,
aku tidak menolak jika harus mengulanginya. Karena di sana itu indaaaahh
banget.” ucapnya bersemangat.
Istana Taman Ujung Karangasem (dok. mainjalan.com) |
Taman
Ujung Karangasem itu dulunya adalah tempat peristirahatan Raja Karangasem.
Masuk ke area taman seluas kurang lebih 8 hektar ini cukup dengan Rp. 15.000,-
Kami, kamu dijamin bahagia kalau ke sini.
Hujan
sedang tidak mengganggu semangat kami untuk berkeliling. Berbekal jas hujan dan
payung, kami mulai menikmati keindahan taman ini. Permainan air juga ada di
sini karena danau yang luas mengelilingi hampir setengah dari istana. Sumpah tempat
ini indah banget. Banyak patung-patung yang memiliki arti filosofi serta
bangunan utama tempat Raja dan keluarganya tinggal. Istana megah yang sejuk.
Puas
explore bagian bawah, kami beranjak
ke atas. Dari sana terlihat semua sisi taman ini dan juga lautan. Di sana juga
terdapat warung kopi dan rujak khas Karangasem untuk tempat beristirahat
setelah lelah berkeliling. Terlihat pula Gunung Kembar yang konon katanya di
desa ini terdapat banyak bayi lahir kembar. Tidak jauh dari taman ini juga
terdapat banyak penginapan.
Dilihat dari atas (dok. mainjalan.com) |
Taman
Ujung Karangasem cocok bagi teman-teman yang ingin foto prewed. Tentunya ada syarat dan ketentuannya yaa.
Spot kece untuk Prewed (dok. mainjalan.com) |
Rumah
Cokelat dan Pantai Jasri
Dari
Taman Ujung kami menuju ke Rumah Cokelat dan Pantai Jasri. Dalam bayangan saya,
rumahnya terbuat dari cokelat, ternyata rumahnya berwarna cokelat yang
digunakan sebagai tempat pembuatan cokelat dan kopi. *ketawa deh..
Pantai Jasri (dok. mainjalan.com) |
Masuk
ke sini, pengunjung cukup membayar Rp. 10.000,- dan akan mendapat sebatang
sabun karya masyarakat sebagai souvenir (yeay).
Rumah Cokelat Jasri buka dari pukul 08.00 – 16.00 WITA. Rumah cokelat ini
berbentuk seperti kepala alien (eenngg
ini pendapat saya aja sih, tapi kalau yang setuju sih, saya senang) dan
semakin indah dengan adanya pantai yang dilengkapi dengan spot-spot ala
Instagram.
Rumah Cokelat Jasri (dok. mainjalan.com) |
Pengunjung
bisa duduk-duduk di gazebo pinggir pantai, bermain ayunan, atau main air di
bibir pantai. Tapi ombaknya cukup besar, maka sore itu kami hanya berfoto saja
di pinggir pantai.
Spot Instagramable banget kan (dok. mainjalan.com) |
Spot Instagramable banget kan (dok. mainjalan.com) |
Perjalanan
Berakhir di Padangbai
Sebenarnya
tujuan kami selanjutnya adalah Pantai Blue Lagoon. Karena pertimbangan waktu
sudah semakin malam, serta keadaan cuaca yang masih hujan, maka Pak Putu
menyarankan untuk kami bermalam di Pantai Padangbai saja.
“Sama-sama
pantai kan?” tanyanya sambil bercanda.
Halaman Bagus Homestay yang homey banget (dok. mainjalan.com) |
Bermodalkan
koneksi internet kenceng, kami berselancar mencari penginapan melalui aplikasi booking.com dan kami mendapatkan
penginapan kece dengan harga sangat bersahabat yaitu Bagus Homestay. Rp. 160.000,- untuk twin sharing dan Rp. 170.000,- untuk double bed. Harga tersebut sudah termasuk dengan sarapan.
Kamarku, twin bed (dok. mainjalan.com) |
Kamar temanku, double bed (dok. mainjalan.com) |
Ternyata
oh ternyata kalau mau nyebrang ke Lombok dari dermaga ini, Padangbai. Sepanjang
jalan kami menemukan banyak agen tour
dan travel yang menawarkan paket
perjalanan ke Lombok. Hmm patut dicoba lain waktu nih..
Kami
menikmati malam dengan makan malam plus ngopi cantik di salah satu cafe yang
menghadap langsung ke laut. Uniknya kawasan ini tidak ada jam malam. Seluruh cafe
dan restoran tutup pukul 22.00 WITA.
Perjalanan
hari pertama di Kabupaten Karangasem sungguh mengesankan. Cuaca hujan tidak
menjadi penghalang kami untuk menikmati keindahan Karangasem. Kesabaran dan
kocaknya Pak Putu menjadikan perjalanan kami semakin menyenangkan. Nambah
teman, nambah saudara jadinya deh. Hehe..
Jadi
bagi teman-teman yang ingin berlibur ke Bali, jangan ragu untuk explore Karangasem. Asli, indah banget :)
Tidak ada komentar