Perjalanan Mengesankan Di Lasem


Klenteng Cu An Kiong, Lasem, Rembang, Jawa Tengah
Doc. mainjalan


Awal Oktober 2019 lalu, saya main jalan ke Lasem, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Bersama 5 kawan lainnya, kami menikmati Lasem selama 3 hari. Berangkat dari Jakarta menggunakan kereta api Tawang Jaya pukul 06.50 WIB dari Stasiun Pasar Senen dan tiba pukul 13.15 WIB di Stasiun Tawang (Semarang), kami dijemput oleh tour guide kami bernama Mas Pop (heritage Lasem).

Bagi saya ke Lasem sudah kali kedua, sebelumnya saya main jalan pada bulan Juni lalu dan seakan belum puas, saya datang lagi untuk mengenal lebih dalam tentang sejarah dan budaya Lasem. Sungguh mengesankan, Lasem menyimpan banyak misteri sejarah yang melahirkan beragam budaya dan kita bisa saksikan hingga kini.

Menginap di Rumah Merah (Tiongkok Kecil Heritage)

Biasanya para pelancong hanya mampir saja di Rumah Merah yang juga menjadi pusat batik bernama Tiga Negeri. Saya dan kawan-kawan sengaja menginap di sini agar lebih terasa “Lasem”-nya. Seakan kembali ke ratusan tahun silam di mana Rumah Merah merupakan sebuah kuil, kami menginap selama 2 malam di sana. Rumah Merah hanya menyediakan kamar yang bisa digunakan oleh 4 orang. Harga yang dibandrol cukup lumayan terjangkau yaitu mulai Rp. 300.000,- hingga Rp. 450.000,- sudah termasuk sarapan namun kamar mandi di luar. Saya suka menginap di sini karena setiap pagi mereka menyediakan sarapan menu-menu khas Jawa Tengah khususnya Lasem yang jarang bahkan tidak pernah saya temui di Jakarta. Utamanya, saya suka sekali minum jamunya di sini hehe.

Jendela kamar kami di Rumah Merah
Doc. mainjalan

 
Bersilaturahmi Dengan Rumah-Rumah Ratusan Tahun

Lasem merupakan salah satu kota tua yang dimiliki Indonesia di pesisir utara Pulau Jawa. Dahulunya Lasem merupakan tempat berhentinya kapal-kapal dari luar Nusantara dengan berbagai tujuan salah satunya untuk berdagang. Ada yang menarik, katanya suatu hari Lasem didatangi oleh kapal yang berisi kurang lebih 7.000 orang berjenis kelamin laki-laki dari Negeri Tiongkok, maka Lasem lahir menjadi tiga Negeri yaitu Jawa, Arab dan Tiongkok.

Ketika main jalan ke Lasem, kita akan menemui banyak rumah-rumah yang berusia ratusan tahun dengan desain masih asli bergaya Tiongkok lengkap dengan tulisan dan pakem-pakemnya. Jadi seakan-akan kita tidak sedang berada di tanah Jawa melainkan di Negeri Cina sana (aah jadi penasaran ingin ke Cina *eh).



Dapur di Rumah Oma Opa
Doc. mainjalan

Salah satu rumah yang kami kunjungi adalah rumah Oma Opa yang sudah berusia lebih dari 200 tahun. Alamak. Desainnya pun masih sama tidak ada yang diubah. Di pekarangan belakang terdapat sumur dan kamar mandi masih asli, dapur dan ruang makan pun masih asli. Dulunya rumah ini digunakan sebagai pabrik pembuatan tauco. Jadi membayangkan hidup pada 200 tahun lalu.

Salman di Sumur Rumah Oma Opa
Doc. mainjalan

Kami di Rumah Oma Opa
Doc. mainjalan

 
Melihat Lebih Dekat Batik Lasem

Selain rumah-rumah tua, Lasem merupakan pusat batik. Lasem memiliki batik khas yaitu Batik Tiga Negeri. Kalau di Rumah Merah yang saya sebutkan tadi merupakan pusat Batik Tiga Negeri adalah merk dagang mereka ya, tapi sebutan untuk corak khas Lasem memang Batik Tiga Negeri artinya batik ini dibuat oleh 3 tempat yaitu Lasem pada warna merah, Solo pada warna sogan (cokelat) dan Pekalongan (pesisir) pada warna hijau dan kuning. Lasem hanya mewarnai warna merah saja sisanya diberikan ke dua tempat tersebut.

Batik Lumintu Lasem
Doc. mainjalan

Dian dengan Batik Tiga Negeri Khas Lasem
Doc. mainjalan

Batik Nyah Kiok
Doc. mainjalan

Rumah-rumah pengrajin batik di Lasem juga berusia lebih dari 100 tahun seperti Batik Nyah Kiok. Rumah dengan desain Tiongkok dan masih asli ini sudah menjadi rumah penghasil batik sejak lebih dari 100 tahun. Batik Nyah Kiok hanya menghasilkan 1 motif batik saja dengan warna merah. Selain batik Nyah Kiok, kami ke batik Lumintu, kurang lebih sama saja, usaha batiknya sudah lama juga. Pokoknya wow deh.

Menariknya pembatiknya rata-rata para ibu yang sudah menghabiskan lebih dari separuh usianya untuk membatik.

Tempe Dele Daun Jati dan Pasar Tradisional

Nah ini nih yang saya tunggu-tunggu yaitu berkunjung ke pasar tradisional. Kami menemukan makanan atau jajanan khas Lasem yang tidak ada di Jakarta. Kami juga melihat kehidupan masyarakat Lasem secara langsung. Di sana sungguh murah-murah. Saya membeli garam krosok yang sudah jarang ada di Jakarta.

Bungkus Kedelai Menggunakan Daun Jati
Doc. mainjalan
Our Happy Face
Doc. mainjalan


Tempe dele daun jati menjadi makanan khas Lasem dan kami mengunjungi pembuatnya. Semua proses pembuatannya dilakukan secara tradisional. Ada yang unik di sini, ada bentuk tempat segi 5. Luar biasa kan?

Klenteng Cu An Kiong dan Lawang Ombo

Klenteng Cu An Kiong adalah klenteng tertua di Jawa Tengah. Klenteng yang menyimpan banyak cerita sejarah ini masih aktif digunakan untuk beribadah. Di klenteng ini juga terdapat monumen Perjuangan Laskar Tionghoa dan Jawa melawan VOC 1740 – 1743.

Di depan Lawang Ombo
Doc. mainjalan


Tidak jauh dari Klenteng Cu An Kiong terdapat Lawang Ombo. Rumah dengan pintu besar ini dibangun sekitar tahun 1860-an dan terdapat lubang yang digunakan untuk menyelundupkan opium agar tidak diketahui oleh Belanda. Lubang ini panjangnya menembus hingga Sungai Lasem. Lawang Ombo sering menjadi pusat penelitian dengan cerita sejarahnya. Selain itu, jika Anda hobi fotografi, Lawang Ombo sangat menarik untuk tema vintage.

Menikmati Bakso Lipat dan Yopia Khas Lasem

Nah nah nah yang ditunggu-tunggu tiba juga. Lasem memiliki beragam makanan khas tapi saya penasaran dengan bakso lipat dan yopia. Akhirnya saya memutuskan untuk makan siang dengan bakso lipat. Kuahnya hmm segar dan rupanya bakso lipat itu daging cincang yang dibungkus oleh telur. Dimakan bersamaan dengan sayuran seperti sop dan kuah kaldu yang nikmat. Semangkuk bakso lipat seharga Rp. 15.000,- (kalau saya tidak salah ingat ya *lol).

Yopia khas Lasem
Doc. mainjalan

Membuat Yopia dengan gembira
Doc. mainjalan

Yopia, ini nih makanan khas Lasem yang biasa dijadikan oleh-oleh. Kami berhasil mengunjungi pabrik yopia yang sudah berdiri hingga generasi ke-empat keluarga ini. Dengan merk dagang Cap Kupu-kupu, yopia Lasem memiliki rasa yang khas. Di sini pengunjung boleh mencoba membuat yopia. Ternyata gampang-gampang susah ya. Terlihat gampang tapi setelah dicoba susah juga.

Pesona Pohon Trembesi

Saya memaksa Mas Pop untuk mengunjungi Pohon Trembesi terbesar di Lasem, hmm mungkin di Jawa. Pohon ini entah sudah berusia berapa ratus tahun tapi dia menunjukkan betapa kokohnya pohon ini berdiri. Sama seperti Nusantara yang semakin hari semakin kuat.

Pohon Trembesi
Doc. mainjalan

Gak ngerti lagi betapa indahnya tempat ini
Doc. mainjalan

Di sini juga ada pusat batik. Pembatiknya lebih tua lagi usianya. Luar biasa, saya sungguh salut.

Lasem Begitu Mengesankan

Bagi saya yang suka dengan kota-kota heritage, Lasem sungguh mengesankan. Saya bisa merasakan keberagaman begitu indah di sini. Lasem merupakan bukti sejarah Nusantara yang masih terjaga hingga saat ini dan semoga bisa terus ada untuk generasi berikutnya. Mengenal Lasem sama saja mengenal Nusantara. Sejarahnya, budayanya semua masih tersimpan dengan rapi di kota ini.

Setelah Lasem, saya penasaran untuk menelusuri Tuban, Bojonegoro hingga Banyuwangi. Ada yang mau join? J


Sebahagia ini di Lasem
Doc. mainjalan

Tidak ada komentar