Melihat situasi hilir mudik perjalanan sudah seperti sediakala membuat jiwa MainJalan saya
bergejolak. Tapi tetap harus disiplin protokol kesehatan di mana pun berada ya. Saya ingin naik kereta api jarak jauh (lagi) setelah bulan November
2021 menuju Mojokerto dengan jarak tempuh kurang lebih 739KM menggunakan Kereta
Api Bima.
Entah
kenapa, Surabaya menjadi tujuan yang terlintas dalam benak. Tidak pikir panjang
saya langsung browsing tiket menuju Surabaya. Saya penasaran dengan Kereta
Api Airlangga yang diluncurkan kalau tidak salah sekitar bulan Oktober 2021
lalu dengan harga tiket Pasar Senen – Pasar Turi Rp. 104.000,-. Tidak mau MainJalan
ke Surabaya sendirian, saya telepon Mba Lita dan tidak perlu berlama-lama kami
membeli tiketnya. Yeaay..
Jadi sebenarnya
ke Surabaya tujuan pertama adalah nyobain naik Kereta Api Airlangga, tujuan
kedua adalah menikmati suasana kota tuanya dan beribadah di Masjid Agung Sunan
Ampel. Tujuan ketiga tentu saja kulineran :D
Diberangkatkan
tepat pukul 11.10 WIB dari Stasiun Pasar Senen, saya dan Mba Lita excited
melakukan perjalanan menggunakan KA Airlangga meskipun kami dibuat
terkaget-kaget di awal, kenapa? Seakan sudah menjadi hal biasa, ada penumpang menukar-nukar
nomor kursi tanpa ada komunikasi dengan si pemilik kursi yang sah (Mba Lita
mengalami hal ini padahal beda cuma huruf aja hehe), dan yang lebih buat kami
melongo adalah tetangga kami membawa banyak barang sehingga memenuhi
bagasi atas dan bawah. Kami harus mendekap erat tas bawaan dengan posisi duduk
rapet, rapi dan tidak bergerak. *akuoraopoopo
Menurut
saya, Kereta Api Airlangga nyaman, desain kursi 3-2 berhadapan dengan kursi yang
lebih empuk dibandingkan kereta api sekelasnya, AC dingin dan kebersihannya
terjaga. Selain itu, ada kereta makan yang dilengkapi dengan ruangan kecil bisa
digunakan untuk salat.
Supaya kaki
tidak kaku, saya mengajak Mba Lita untuk makan siang di kereta makan yang
letaknya persis di belakang kereta kami. Sengaja berlama-lama di sana selama
tidak ada penumpang lain yang hendak makan. Sambil makan, kami menyimak
pembicaraan para kru yang bertugas. Mulai dari obrolan tentang makanan dan
minuman yang tersedia, hingga membahas trend konten di sosial media.
Cuaca pada
hari itu sendu-sendu romantis karena hujan hampir di setiap kota yang kami lewati.
Keriuhan suara di gerbong tempat kami duduk menjadi penghibur perjalanan. Macam-macam
tingkah laku penumpang. Ada yang begitu naik kereta langsung tidur bahkan
sampai ngorok, ada yang makan mulu, ada yang nonton YouTube/TikTok tanpa
menggunakan headset dengan volume full jadi semua ikutan dengar,
ada juga mengobrol sambil bercanda. Sementara saya sempat terlelap sejenak
menyender ke jendela hingga matahari menjelang senja membangunkan dengan hangat
sinarnya.
Saya lihat
Mba Lita masih sibuk dengan gadgetnya untuk menghilangkan penat dan
menghibur diri dengan kondisi duduk tegak tak bergerak *lol. Senja cantik namun
tiba-tiba bisa mendung bahkan hujan ketika sudah beda lokasi mengantarkan
perjalanan kami menuju malam. Ketika gelap, penumpang di kereta kami semakin
berkurang. Menuju perbatasan Jawa Tengah ke Jawa Timur, penumpang bergantian
naik dan turun. Terlihat dari wajah-wajahnya ada kegembiraan hendak jumpa
keluarga.
Memasuki
waktu makan malam dan perjalanan kami masih sekitar 3 jam lagi, maka saya ajak
Mba Lita untuk kembali ke kereta makan. Namun sedih karena semua makanan habis,
yang tersisa hanya snack dan minuman saja, jadi ya sudah untuk pengganjal
lapar, kami makan snack dan minum teh aja. Nah, kalau perjalanan panjang
gini memang lebih nyaman dan aman bekal makanan dan minuman yang banyak ya
supaya tidak kelaparan seperti kami hehe.
Lagi asyik
duduk sambil ngemil, datanglah satu geng pemuda (sekitar 5-6 orang) yang hendak
makan juga. Mereka bercanda-canda sambil menikmati snack dan ketika
ditanya petugas tujuan mereka kemana, ternyata mereka mau ke Bali. Saya dan Mba
Lita otomatis beradu pandang sambil membatin, “Wah bisa nih ditiru hehe” ke
Bali pakai jalur darat dan laut. Naik kereta api Jakarta ke Surabaya, lalu
Surabaya ke Banyuwangi dan menyebrang ke Pulau Bali via Ketapang – Gilimanuk. Seru
kali ya *mataberbinar-binar.
Kereta api
menjadi moda transportasi favorit bagi sebagai orang, termasuk saya. Sejak kecil,
saya memang sudah dikenalkan dengan transportasi ini karena saya membesar di
kota yang kini memiliki Museum Kereta Api. Hampir setiap sore, saya bermain
sambil mengenal kereta api di museum ini. Terakhir saya ke sana tahun 2018,
kereta api jaman saya kecil itu masih tersimpan cantik di Museum Kereta Api
Ambarawa. Oh senangnya.
Semakin ke
sini, saya semakin tertarik untuk mempelajari sejarah kereta api di Indonesia
dan membayangkan bagaimana pembangunan rel kereta api yang menghubungkan kota
demi kota sepanjang Pulau Jawa. Sungguh mengesankan.
Tidak kalah
mengesankan, dalam perjalanan menggunakan kereta api, kita akan berjumpa dengan
banyak orang beragam latar belakang. Seperti perjalanan menggunakan Kereta Api
Airlangga ini, saya jumpai mulai dari anak kecil dan orang tua yang hendak
pulang kampung, geng remaja hendak jalan-jalan, para pejalan yang hendak
mencari pengalaman baru (aka saya dan Mba Lita *lol) hingga para penegak hukum
yang hendak menjalankan tugas atau mungkin pulang ke keluarganya setelah
bertugas. Semua berkumpul jadi satu menikmati perjalanan panjang sejauh 719 KM dengan
waktu tempuh 11 jam 40 menit ini.
Tiba di stasiun Pasar Turi pukul 22.50 WIB, kami bergegas menuju penginapan dan perut sudah keroncongan minta makan mengantarkan kami menemukan Nasi Madura Campur yang lezat tengah malam. Penginapan sederhana seakan berada di rumah sendiri menjadi tempat nyaman kami untuk beristirahat. Saat mata terpejam, masih terbayang-bayang naik Kereta Api Airlangga yang namanya mengingatkan saya dengan Raja Kerajaan Kahuripan yang terletak di Jawa Timur sekitar tahun 1000M.
Tidak ada komentar