Keliling Nusantara di Bale Panyawangan Purwakarta



“Besok (Selasa) jadi gak kita ke Purwakarta?” tanya saya ke Gina, teman MainJalan saya kali ini. Sewaktu saya mengirim pesan ke Gina sudah pukul 18.16 WIB tepat setelah saya sholat Magrib. Tak perlu menunggu lama, Gina membalas dengan semangat “Ayoo buu, jadii dong, yuk yuk.” 

 

Setengah jam kemudian tiket Cikarang ke Purwakarta sudah di tangan. Iya, kami mencoba KA Lokal Walahar Ekspres dengan waktu keberangkatan pukul 11.20 WIB dari Stasiun Cikarang. Sempat terpikir untuk melanjutkan perjalanan menuju Bandung namun karena kondisi masih belum memungkinkan maka kami mengurungkan niat ini untuk dilaksanakan lain kali. Selalu ada “next time” untuk MainJalan kan? *hehe

 

Bertemu di Stasiun Manggarai pukul 09.00 WIB, kami melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Cikarang menggunakan KRL CommuterLine yang jadwalnya sudah mudah dipantau melalui aplikasinya. Sebenarnya beberapa tahun lalu saya dan Gina sudah pernah turun di Stasiun Purwakarta namun hanya untuk menunggu perbaikan sistem kereta yang sedang bermasalah. Kami juga sempat berfoto di depan tumpukan bongkahan gerbong-gerbong kereta dan juga di depan patung Gatotkaca yang berada di pintu masuk stasiun (patung Gatotkaca kan yaa? Atau? Hihi).

 

Kali ini, kami benar-benar keluar dari stasiun dan mengunjungi beberapa tempat di Purwakarta. Hmm sebenarnya sangat sedikit yang berhasil kami kunjungi mengingat jadwal kereta pulang menuju Cikarang hanya selisih sekitar 5 jam dari kedatangan kami di Purwakarta. Itu artinya memang harus ada “next time” untuk MainJalan ke Purwakarta *senyumriang

 

Bale Panyawangan Diorama Nusantara

 

Tujuan pertama kami adalah mengunjungi Bale Panyawangan yang tidak jauh dari pintu keluar Stasiun Purwakarta. Namun, kami menemukan tempat yang tulisannya juga Bale Panyawangan namun masih ditutup pintu utamanya. Kami melipir hingga menemukan pintu terbuka dan di salah satu bagian temboknya tertulis jadwal kunjungan. Wah bisa dikunjungi nih. Kami berteriak, “Permisi, permisi, Ibuuu.. Bapaaakk..”

 

Keluarlah dari sebuah ruangan seorang Ibu berseragam dan mempersilakan kami masuk untuk melihat-lihat meskipun waktu kami datang masih jam istirahat bagi para petugas. Hehe maafkan yaa Ibuuu..

 

Kami berkeliling. Terdapat foto-foto, kata-kata (quotes), wayang-wayang, dan cerita tentang Kabupaten Purwakarta. Di lokasi ini juga terdapat banyak cerita dan foto Dedi Mulyadi yang pernah menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Interesting.





Setelah selesai berkeliling kami melanjutkan perjalanan dan taraaa bertemulah kami dengan Bale Panyawangan Diorama Nusantara. Bergegas kami masuk. Excited banget karena langsung disambut dengan cerita awal mula kehidupan terjadi. Seakan beneran berada di Goa, Bale Panyawangan menyuguhkan cerita manusia purba. Kemudian memasuki peradaban manusia yaitu era Kerajaan maka kita akan merasakan vibes-nya saat itu. Disambut dengan patung Patih Gajahmada, cerita kerajaan dari masa ke masa terpampang jelas di sini. Aaahh saya suka sekali. Terus berjalan hingga akhirnya kita menemukan Indonesia di masa kini.

 

Saya jadi ingat waktu SD mengenal Nusantara mulai dari rumah adat, baju adat hingga makanan khasnya. Semua ada di Bale Panyawangan. Kalau ingin mengenal lebih dekat atau mengingat kembali tentang Indonesia, datang ke sini. Tulisannya enak dibaca, ilustrasinya indah dan tempatnya nyaman. Namun sayangnya belum ada teks terjemahan Bahasa Inggris jadi seumpama ada turis mancanegara berkunjung mungkin didampingi oleh petugas kali yaa.

 

Masuk ke Bale Panyawangan gratis. Kita sudah bisa merasakan seakan keliling Indonesia.

 

Situ Buleud dan Taman Air Mancur Sri Baduga

 

Perjalanan kami lanjutkan dengan berjalan kaki menuju alun-alun. Namun, belum sampai ke alun-alun, perut sudah keroncongan dan kami was-was cuaca akan turun hujan. Jadi kami memilih untuk photo-stop di Situ Buleud dan Taman Air Mancur Sri Baduga. Di lokasi inilah yang setiap Sabtu malem Minggu (CMIIW) ada pertunjukan air mancur menari. Kawan saya pernah mengajak saya ke Purwakarta salah satu agendanya adalah bersantai menikmati air mancur ini.

 

Situ Buleud merupakan danau yang sudah ada sejak abad ke-18 yang dibangun oleh pendiri Purwakarta yaitu R.A. Suriawinata pada tahun 1830. Nama Purwakarta mempunyai makna permulaan dalam hidup yang diambil dari purwa yang berarti permulaan dan karta berarti ramai atau hidup. Pada masanya, Situ Buleud sering dijadikan sebagai lokasi pesta oleh pemerintah Belanda.

 

Nah yang menarik perhatian saya adalah Patung Sri Baduga yang sedang menaiki kuda berdiri dengan gagahnya. Dalam hati, “Sri Baduga teh saha?”. Berangkat dari penasaran itulah auto googling dan segera menemukan jawabannya. Sri Baduga Maharaja adalah Prabu Siliwangi (Ratu Jayadewata) yang merupakan Raja Sunda-Galuh (Pajajaran) yang pertama.

 

Hutan Jati Café dan Gelato

 

Hari menjelang waktu sholat Ashar, kami bergegas menuju lokasi selanjutnya yaitu Hutan Jati Café dan Gelato sekalian makan siang sekalian minum kopi sore. Café yang berdiri di tengah hutan jati ini memberikan nuansa berbeda. Terdapat bale-bale untuk bersantai, makan sambil duduk di ayunan, dan lesehan. Kami berdua mengantisipasi hujan tiba-tiba maka dengan memilih duduk di bangunan utama Café adalah pilihan tepat.

 

Menu-menu yang ditawarkan pun beragam. Ada menu western hingga Nusantara. Karena galau memilih maka kami putuskan untuk sharing pizza dan minum es kopi susu saja. Oh yaa kami juga memesan gelatonya yang menjadi favorit menu di sini sembari menikmati hari menjelang sore, kami beristirahat sejenak melonggarkan otot-otot yang tegang. Memandang sekitar pohon-pohon jati nan kokoh, suara angin semilir dan riuh rendah orang-orang berbincang membawa saya dalam kesyukuran. Saya tidak menyangka bisa sampai ke Purwakarta. Alhamdulillah.




 

Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB dan saatnya kami mulai bergegas menuju stasiun karena kereta kembali ke Cikarang pukul 17.45 WIB. Namun, tiba-tiba hujan deras disertai angin kencang datang. Jadi kami agak deg-degan takut tidak ada driver online yang menjemput hehe. Setelah menunggu beberapa menit, alhamdulillah ada juga yang mengantarkan kami selamat tiba di stasiun Purwakarta sekitar pukul 16.55 WIB menembus hujan deras.

 

Jika teman-teman ingin refreshing namun enggan pergi jauh-jauh atau terbatas waktunya, Purwakarta bisa menjadi pilihan asyik. Kabupaten ini menyuguhkan banyak tokoh-tokoh Nusantara dari masa ke masa yang ditampilkan dengan patung atau tugu di beberapa sisi jalannya. Selain itu, masih bisa kita nikmati bangunan kuno sejak jaman kolonial. Bagi yang suka bangunan kuno seperti saya, bakal menjadi hiburan seru.

 

Menuju ke Purwakarta dari Jakarta bukanlah sulit. Teman MainJalan bisa menggunakan KA Lokal Walahar Ekspress dari Stasiun Cikarang dengan harga tiket Rp. 4,000,-. Cek jadwal keberangkatan dan beli tiketnya di aplikasi KAI Access aja biar tidak antri dan print tiket lagi di stasiun. Kereta lokal ini tidak memberikan nomor tempat duduk bagi penumpang alias penumpang bebas pilih sendiri mau duduk dimana. Lama perjalanan sekitar 1 jam 42 menit. Cukup singkat bukan?

 

Purwakarta memberi saya wawasan baru tentang Nusantara. Melalui literasi yang tersajikan dengan baik di museumnya, saya kembali mengingat tentang pelajaran sejarah waktu belajar di sekolah dulu. Purwakarta juga menyimpan sejarah Tatar Sunda yang menarik untuk dipelajari. Sebagai manusia keturunan Sunda, saya tertarik untuk mengunjungi Bale Indung Rahayu yang akan menjadi top list ketika saya kembali ke Purwakarta.


Bale Indung Rahayu merupakan tempat yang menceritakan tentang “Ibu”. Bagaimana prosesnya bertumbuh menjadi “rumah” awal mula kehidupan. Mari kita belajar fase kehidupan manusia yang dibalut dengan kecanggihan digital di Bale ini. Tertarik untuk gabung di MainJalan edisi Purwakarta berikutnya? Yuk :)




Tidak ada komentar