Setelah bulan Oktober lalu saya dan kawan ke Purwakarta, Sabtu, 3 Desember 2022 saya kembali lagi bersama 2 kawan (Nila dan Nuke) dan 1 sobat kecil (Alif). Ada yang sedikit berbeda dari perjalanan MainJalan kali ini, yaitu mengambil tema “Piknik Literasi”. Apakah itu?
Piknik
Literasi bukan saja untuk piknik mencari hiburan tapi juga belajar lagi,
belajar sesuatu yang baru dan membuka ruang pengalaman perjalanan baru yang
mungkin belum pernah didapatkan. Saya pribadi percaya bahwa setiap perjalanan
pasti akan memberi cerita yang berbeda dengan pengalaman yang berbeda juga dan
tidak bisa diulang lagi meskipun tempat tujuannya sama.
Mengapa
ke Purwakarta (lagi)?
Secara
pribadi saya masih penasaran dengan kota ini. Waktu itu saya ke sana hanya
sempat mengunjungi Bale Panyawangan, jalan sedikit hingga ke Situ Buleud dan
menikmati Coffee Shop Hutan Pinus yang tiba-tiba diguyur hujan begitu derasnya.
Iya, karena kami tidak menginap jadi harus menyesuaikan dengan jadwal kereta
lokal Walahar Ekspres yang terakhir berangkat ke Stasiun Cikarang dari
Purwakarta pukul 17.45 WIB. Ternyata banyak juga masyarakat yang sama seperti kami
kemarin, piknik ke Purwakarta cuma sebentar hanya untuk santai di coffee shop,
kulineran atau berjalan-jalan berkeliling di sekitar Stasiun Purwakarta. Jadi Purwakarta
memang menarik dengan jarak dari Jakarta tidak terlalu jauh.
Meeting
point pukul 09.00 WIB di Stasiun Manggarai namun Mba Nila, Alif dan Mba Nuke semangat
45 sehingga mereka tiba di Stasiun Manggarai kurang dari pukul 08.00 WIB. Mantul
kan tuh Heuheu.. Jadi saya auto mempercepat sarapan, buru-buru mandi, siap-siap,
naik ojek online dan mengejar KAI Commuter menuju Stasiun Manggarai.
Perjalanan
akhir pekan memang seru tapi juga menantang karena pasti ramai sekali sehingga
kereta penuh. Tiba di Stasiun Cikarang sekitar pukul 10.30 WIB kami mulai ikut
mengantri untuk masuk ke peron. Luar biasa antriannya. Stasiun Cikarang juga
sudah melayani penumpang menggunakan KAI jarak jauh seperti ke KAI Airlangga
tujuan Surabaya Turi. Segitu ramai orang berkumpul di stasiun memiliki tujuan
perjalanannya berbeda-beda namun memiliki harapan yang sama yaitu sampai tujuan
dengan selamat dilengkapi perjalanan yang nyaman. Salah satu kenyamanan naik
kereta api adalah ketepatan waktu perjalanan. Selain itu, zaman sekarang beli
tiket bahkan pesan makanan sudah bisa melalui aplikasinya KAI Access. Jadilah
saya tergoda untuk segera MainJalan lagi kemana gitu menggunakan KAI Heuheu.
Mata
Berkaca-kaca di Bale Indung Rahayu Purwakarta
Piknik
Literasi episode Purwakarta kali ini tujuan utamanya berkunjung ke Bale Indung
Rahayu yang letaknya sekitar 500 meter dari stasiun. Namun karena waktu tiba di
Purwakarta masuk jam makan siang maka kami memutuskan untuk mencari makan dulu.
Berjalan menyusuri trotoar membawa kami ke depan Bale Panyawangan dan ternyata
museum ini tutup. Sedih. Tadinya setelah dari Bale Indung ingin ke sini. Oke kembali
ke mencari makan siang. Kalau ke Purwakarta kurang afdol kalau tidak makan Sate
Maranggi. Mencari sate maranggi terdekat berdasarkan mesin pencarian Google dan
kami dibawa berkeliling alias nyasar yang pada akhirnya satenya sudah habis
hiks. Setelah itu kami iseng menyusuri jalanan Situ Buleud sambil foto-foto
kemudian menemukan warung makan yang juga menyediakan sate maranggi. Tanpa basa
basi langsung terjang. *laper euy. Saya pesan Sate Maranggi, Mba Nila Alif Soto
Ayam, dan Mba Nuke Kupat Tahu kami makan dengan hati gembira.
“Din,
Bale Indung tutup jam berapa?” tanya Mba Nuke ketika waktu menunjukkan pukul
14.00 WIB
“Jam
17.00 Mba nih di google dan websitenya.” Jawabku sambil menunjukkan hasil searching
“Oh
aman berarti. Terus terus gimana….” Mba Nuke lanjut gosip *nyengir kuda
Kami
beranjak sekitar pukul 14.30 WIB berjalan kaki menyusuri trotoar lagi menuju
Bale Indung Rahayu. Ternyata kalau malem minggu ada bazaar makanan sepanjang
jalan area stasiun. Mata mulai mencari apa yang bisa dicicipi lagi heuheu. Jalan
perlahan hingga sampai di Gedung Kembar Purwakarta. Menarik banget ini Gedung bentuknya
masih asli. Lebih menarik lagi tiba-tiba Kang Dedi Mulyadi lewat menggunakan
mobilnya dan berhenti di belakang kami. Sontak Mba Nuke teriak memanggilnya
lalu kami bertegur sapa. Kenangan yang tidak akan terlupa kan?
Sampai di Bale Indung Rahayu pun tidak kalah seru kenangannya. Memasuki halamannya kami dibuat teriak-teriak karena pintu museum sudah akan ditutup. Mba Nuke berlari dan bertanya apakah sudah tutup? Petugas menjawab, “Sudah Ibu kami tutup pukul 15.00 WIB”. Lemas badan kami, sudah jauh-jauh datang dari Jakarta ingin ke Bale Indung tapi sudah tutup. Namun, Teteh bersenyum manis mempersilakan kami masuk. Sampai di depan resepsionis kami dijelaskan peraturan masuk ke Bale Indung dan betapa senangnya hati kami ketika ada Aa baik hati yang memandu.
Saya
merasakan betapa magisnya cerita di Bale Indung tentang perjuangan seorang Ibu
melahirkan anak. Bale Indung Rahayu merupakan museum yang memiliki arti nama “Tempat
Kemuliaan Ibu”. Di sini kita belajar fase kehidupan manusia dan kebudayaan Sunda.
Bale Indung dibagi menjadi 6 bagian, yaitu Bale Kelahiran (bagaimana manusia
dilahirkan), Bale Kaulinan (permainan khas Sunda tempo dulu), Bale Arsitektur (suasana
kampung Sunda dan rumah-rumah khasnya), Bale Pawon (alat-alat tradisional zaman
dulu dan kuliner Sunda), dan Bale Musik (alat-alat musik Sunda).
Diorama yang ditampilkan di museum ini seperti nyata sehingga pengunjung dapat merasakan secara langsung kehidupan di tanah Sunda. Narasi yang disajikan juga nyaman dibaca meskipun lebih banyak menggunakan Bahasa Sunda. Sangat mengesankan.
Di
akhir perjalanan Bale Indung Rahayu menyuguhkan lorong dimana di lantainya
terdapat lukisan bambu seakan-akan itu adalah jembatan yang di bawahnya lautan
api. Lorong ini sebagai simbol jembatan Shiratal Mustaqim yang akan dilalui
setiap manusia di akhirat kelak. Makna mendalam bagi saya pribadi karena Bale
Indung mengingatkan bahwa akan ada fase kehidupan lain setelah fase kehidupan
manusia di bumi/dunia. Maka dari itu senantiasalah berbuat baik. Saya teringat
kata seorang mentor saya, “Kalau kamu belum bisa membahagiakan orang lain,
setidaknya jangan menyusahkannya.”
Piknik
Literasi ditutup dengan menikmati kopi dan kudapan sore di Stasiun Kopi Purwakarta,
tempat makan dan ngopi yang berada di sebuah bangunan lama arsitektur khas
Belanda. Perjalanan yang singkat namun memberi makna tersendiri bagi saya. Sebagai
seorang dengan keturunan Sunda, saya merasa masih jauh mengenal leluhur dan
kebudayaan Sunda yang pasti memiliki pesan baik untuk masa depan anak
keturunannya untuk membangun bangsa Indonesia tercinta ini. Terima kasih
Purwakarta.
*ps : lain kali kalau ke Bale Indung Rahayu sebelum jam 3 sore yaa Din..
Tidak ada komentar