Sejak kondisi
sudah kembali normal, saya ingin menambah destinasi sejarah dan budaya dalam
negeri, Candi Cetho di Karanganyar menjadi pilihan pertama. Pulau Jawa memang
terkenal dengan wisata Candi-candi yang tersebar hampir di seluruh wilayahnya.
Bahkan Candi yang menjadi pusat perhatian dunia dan terkenal berada di tanah
Jawa. Alhamdulillah kali ini saya berhasil menambah deretan Candi yang sudah
dikunjungi dengan MainJalan ke Candi Cetho dan Candi Kethek.
Candi
Cetho, Salah Satu Candi Tertinggi di Indonesia
Candi Cetho merupakan
Candi bercorak Hindu yang dibangun di masa-masa akhir Kerajaan Majapahit yaitu abad 15.
Terletak di lereng Gunung Lawu dengan ketinggian 1496mdpl membuat pengunjung
harus siap untuk hiking. Sering dilalui pendaki yang hendak ke Gunung Lawu,
Candi Cetho merupakan gerbang pertamanya. Kompleks Candi digunakan untuk
sembahyang dan ziarah bagi Umat Hindu serta bermeditasi bagi para penganut
kepercayaan asli Jawa yaitu Kejawen. Hingga kini masih aktif digunakan sebagai
tempat suci beribadah maka sangat dianjurkan bagi pengunjung untuk menjaga
kesopanan saat berada di sini.
Candi Cetho
terdiri atas sembilan tingkatan berundak sejak renovasi. Terdapat tulisan yang
ditafsirkan sebagai fungsi candi untuk menyucikan diri (ruwat) dan penyebutan
tahun pembuatan gapura yaitu tahun 1397 saka atau 1475 masehi. Di teras ketujuh
terdapat simbol Surya Majapahit, simbol Phallus (alat kelamin laki-laki) dan
kura-kura raksasa. Hal ini bermakna penciptaan alam semesta (kura-kura) dan
penciptaan manusia (alat kelamin laki-laki). Selain itu terdapat penggambaran
hewan-hewan lain seperti mimi, katak dan ketam dengan tulisan angka 1373 Saka
atau 1451 M yang menafsirkan bahwa pembangunan candi ini dilakukan secara
bertahap.
Pada aras selanjutnya terdapat jajaran batu pada dua dataran bersebelahan yang memuat relief cuplikan kisah Sudamala seperti yang terdapat di Candi Sukuh. Sudamala sendiri merupakan kisah ruwatan (penyucian diri) yang popular di masyarakat Jawa.
Terdapat juga
pendopo-pendopo yang hingga saat ini digunakan untuk tempat upacara. Pada aras
ketujuh terdapat arca Sabdapalon dan Nayagenggong, dua tokoh yang sebagian
menganggapnya sebenarnya sama merupakan abdi dan penasihat spiritual Prabu Brawijaya
V. Aras kedelapan terdapat Kuntobimo dan Prabu Brawijaya V dalam wujud
mahadewa. Aras terakhir (kesembilan) terdapat bangunan kubus yang digunakan
sebagai tempat memanjatkan doa.
Saya sempat memperhatikan
relief-relief pada jajaran batu bersebelahan yang menceritakan tentang
perjalanan kehidupan manusia, saya rasa begitu yaa. Ada satu relief yang
menarik perhatian yaitu dua manusia dengan posisi satu tegap sedangkan satu
lagi terbalik. Di tengahnya terdapat pohon yang digambarkan tumbuh subur. Entah
maksudnya apa tapi menarik untuk diamati.
Candi
Kethek, Bangunan Yang Digunakan Untuk Menyucikan Diri
Berjalan sekitar
500 meter dari Candi Cetho kita akan menemukan bangunan Candi yang diberi nama
Kethek. Konon banyak kera di sini sehingga oleh masyarakat sekitar diberi nama
Kethek yang berarti Kera. Di masa lalu, bangunan ini digunakan untuk menyucikan
diri atau membersihkan diri sebelum melaksanakan upacara ritual peribadahan.
Bangunan Candi
Kethek berbentuk undakan piramida. Di sisi kanan kiri terdapat tangga yang
membawa ke puncak bangunan. Namun, karena waktu sudah semakin sore dan mulai
turun gabut serta gerimis maka saya memutuskan untuk tidak mencoba naik.
Ada sendang dan
taman Saraswati di komplek Candi ini. Tapi kemarin saya tidak sempat untuk
mengunjunginya. Sama halnya dengan Candi Sukuh yang sebetulnya lokasi tidak jauh
namun karena sudah terlalu sore kami tidak mungkin menuju ke sana :(
Berada di Candi
Cetho seperti sedang berada di Bali. Mungkin karena fungsinya dan struktur
bangunannya seperti Pura di Bali. Untuk masuk ke area Candi, pengunjung juga
diwajibkan menggunakan kain kotak-kotak hitam putih yang disediakan di pintu
masuk.
Karena letaknya
di lereng Gunung maka jangan heran betapa indah pemandangan di sekitar Candi
ini. Saya dan teman MainJalan yang bareng ke sana kemarin sempat dibuat resah
karena kami disambut hujan lebat dengan kabut tebal. Hampir putus asa karena
sudah jauh-jauh datang ke sana tapi tidak bisa naik ke Candi. Alhamdulillah berkat
kesabaran menunggu lebih dari 2 jam, akhirnya kami bisa menikmati keindahan
karya para pendahulu kita. Ditemani gerimis rintik, perlahan kami menyusuri
tangga berundak. Hingga akhirnya diberikan cerah bahkan keluar matahari sore menambah
keindahan kawasan candi. Suasana yang tenang, hening, dan dingin memang cocok
untuk bermeditasi atau sekedar berdiam diri menghirup udara segar penggunungan
sambil mengucapkan syukur.
Saya selalu
mengagumi Candi karena saya yakin ketika proses pembuatannya para leluhur menyampaikan
doa-doa dan harapan kepada Sang Pencipta yang akan diwariskan kepada anak cucunya
kelak. Banyak makna dan pelajaran yang didapatkan ketika mengunjunginya.
Melihat masa lalu sebagai bekal menjalani masa sekarang dan yang akan datang. Mari
kita jaga bersama mahakarya para pendahulu bangsa ini.
Setelah ini ke
Candi mana lagi ya? Barengan yuk :)
Harga tiket masuk
:
Candi Cetho Rp.
15.000,-
Candi Kethek Rp.
7.000,-
Buka hingga pukul
17.00 WIB
--
Referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Ceto
https://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Kethek
Tidak ada komentar