Cerita MainJalan ke Ayutthaya


 

"Gak akan salah waktu..."


Kalimat singkat itu terlintas dalam benak saya ketika melihat salah satu Stupa Buddha yang sudah gak utuh lagi di Wat Mahathat (Wat Phra Mahathat) Temple, Ayutthaya. Kalimat singkat banyak makna, pengingat kita tentang waktu. Mungkin kalimat tersebut bagian dari simbol-simbol pesan yang hendak disampaikan kepada saya dan juga sebagian orang yang merasa ketika membaca tulisan ini.


Bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita sudah diatur Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, gak akan salah waktu, gak akan salah orang, gak akan salah alamat dan tujuan. Seperti keinginan untuk datang ke Ayutthaya yang sudah saya idamkan sekian lama, inilah waktu yang tepat untuk menikmati keindahan bangunan Candi peninggalan Kerajaan Ayutthaya ini tepat di hari pertama bulan Agustus 2023.


Bertolak menggunakan kereta api dari Stasiun Hua Lamphong Bangkok pukul 09.30 dan tiba di Ayutthaya sekitar hampir pukul 12.00. Lama perjalanan kurang lebih 2,5 jam. Ada cara lain yang bisa kita pilih untuk berkunjung ke Ayutthaya yaitu dengan memilih paket wisata (one day trip to Ayutthaya from Bangkok). Harganya beragam yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan budget kita.


Setelah mencari tahu informasi cara-cara ke Ayutthaya, saya memilih naik kereta api biar dapat pengalaman berbeda. Selain itu tentunya bisa menghemat anggaran perjalanan hehe.


Kereta api menuju Ayutthaya yang saya gunakan tanpa nomor tempat duduk dengan kipas angin yang terasa masih benar-benar jadul. Kursi tegak berhadapan cukup untuk 4 orang namun agak sempit jika memiliki tubuh besar dan berkaki panjang. Dengan harga tiket THB 15, saya dan tiga teman #MainJalan saya kali ini tiba dengan bahagia di Ayutthaya.


Antara Tuk-tuk dan Jalan Kaki


Setibanya di stasiun Ayutthaya, kami ditawari naik Tuk-tuk dan taksi untuk berkeliling kota. Saya sudah mengantongi info harga sewa Tuk-tuk untuk mengantar setidaknya ada 3 Candi yang bisa dikunjungi dalam setengah hari. Namun, jiwa petualang saya mendorong untuk "Ayo cari tahu lebih banyak tentang kota ini dengan berjalan kaki.".


Saya mengikuti beberapa penumpang yang turun dari kereta yang sama. Sebagian mereka turis sebagian penduduk lokal. Kawan-kawan mengecek google maps untuk mencari arah dan tujuan kami pertama yaitu halal food mengingat sudah waktunya makan siang.


Kami melihat berderet tempat sewa sepeda dan sepeda motor, nah bagi teman-teman yang ingin berkeliling naik sepeda atau sepeda motor, banyak pilihan tempat penyewaannya. Saya terus berjalan lurus hingga menemukan jembatan, dermaga dan kapal kecil. Terlihat beberapa orang mulai mengantri menunggu kapal tiba. Makin penasaran ada apa di seberang sana?


Bermodal THB 10 per orang kami menyebrangi sungai. Melewati kuil kecil, pasar dan deretan rumah penduduk, mata saya mulai menyukai suasana ini. Iya, saya memang suka menjadi 'lokal' di tempat saya berada.




Turun dari kapal, saya mengusulkan untuk mampir Seven Eleven dulu. Membeli minum, numpang ke toilet dan kembali mengecek google maps lagi untuk mencari jalan menuju tujuan kami yaitu halal food.


Kami menemukannya dengan jarak 800 dan 900 meter dari Seven Eleven tempat kami berada. Jarak yang sangat nanggung kalau naik Tuk-tuk atau taksi. Oya di Ayutthaya juga ada Grab yang bisa dijadikan alternatif transportasi. Jiwa petualangan muncul lagi, saya mengusulkan, "Bagaimana kalau kita jalan kaki?" Dan ternyata mereka menyetujuinya hehe.


Panas terik seakan matahari ada 5 tak menyurutkan semangat untuk menemukan tujuan kami. Perut sudah dangdutan menjadi alasan kuat melangkahkan kaki lebih cepat. Berjalan menyusuri pasar, toko-toko, rumah, sekolah, gereja, coffee shop dan saya menyadari bahwa kota ini sungguhlah sepi. Jalannya besar-besar, lebar-lebar tapi kendaraan yang lalu lalang sangat jarang. Apa karena memang jamnya bukan jam sibuk? Atau karena mereka lebih suka menggunakan sepeda atau jalan kaki? Entah. Tapi memang kondisi di siang bolong sih, pasti lebih memilih untuk berkegiatan di dalam gedung.


Trotoar yang nyaman serta teras-teras toko bisa menjadi pelindung sejenak dari cahaya matahari. Seakan dibawa kembali ke era 70-an dengan melihat beberapa ornamen kota. Halaman depan rumah masih luas sehingga beberapa pohon dan bunga punya rumah untuk hidup. Pagar-pagar besi dicat dengan pilihan warna kalem menjadi pembatas bangunan dengan trotoar. Mengingatkan saya dengan rumah-rumah milik keluarga juga kerabat waktu kecil. Sungguh mengesankan.


Kami juga menemukan rumah bermodel panggung Melayu, ada logo seakan milik Kerajaan, pemerintah atau institusi. Rumah itu sepertinya kosong dengan pintu pagar terbuka. Ada kursi dan meja kosong gak jauh dari pagar. Sepertinya itu milik penjaga yang mungkin sedang ke belakang sehingga gak ada satu orang pun yang bisa ditanya. Rasanya ingin masuk untuk mengenal rumah itu lebih jauh. Rumah berhalaman luas yang ditanami bermacam tumbuhan. Mata semakin dimanjakan dengan tanaman berbunga warna kuning yang tumbuh di pagar. Warna pagar hijau, bunganya kuning, serasi bukan?



Gak jauh dari rumah itu, saya tertarik dengan kotak pos besar yang masih kokoh berdiri di tengah-tengah trotoar. Kotak pos yang tingginya hampir setinggi saya gagah berdiri di depan kantor pos. Kotak pos berwarna merah menyala bertuliskan alamat dan kode pos. Kembali saya dibawa ke puluhan tahun lalu. Menarik.


"Mba, kita sampai.." teriak salah satu kawan saya memecah keheningan kala menikmati sebuah kotak pos dan bangunan rumah di belakangnya. “Itu warung makannya Mba.” menunjuk kedai makan Halal di sebelah kiri jalan. "Yeaahhh.."


Thai Noodle Soup Penawar Letih


Terlihat seorang Ibu belum terlalu tua mengenakan kerudung menyambut kami dengan senyum ramah dan segera menawarkan menu-menunya. Menyusul seorang laki-laki juga belum terlalu tua mempersilakan kami duduk. Beliau bertanya dari mana asal kami. Percakapan singkat sembari memilih menu.


Gak banyak menu yang ditawarkan di kedai ini. Hanya ada Thai Noodle Soup yang dibedakan dari isiannya aja. Pilihannya pakai ayam, daging atau bakso. Mereka juga menyediakan 2 ukuran mangkok, small or big. Jadi bisa disesuaikan dengan keinginan pembeli terkait porsi makan.



Begitu makanan terhidang di atas meja, buru-buru diabadikan dalam ponsel dan segera tanpa menunda, kami nikmati Noodle Soup ini penuh semangat. Saya memilih mie dengan daging dan bakso. Lapar sekali hehe. Mengejutkan. Kuahnya yummy, dagingnya empuk, baksonya seperti biasanya bakso, mienya juga oke. Harga semangkok seperti yang saya pesan THB 40 (ukuran small). Kalau big sepertinya beda 20 atau 30 bath gitu. Nah yang unik, di sini pengunjung boleh mengambil minum sendiri. Ada es campur, soda, teh kemasan dengan batu es boleh dinikmati sesuka hati. Es batunya yaa yang boleh diambil sepuasnya tapi kalau minumannya gak hehe. Menariknya lagi, minumnya gak pakai gelas tapi pakai mangkok plastik. Tentunya harus pakai sedotan untuk meminum airnya.


Saya memperhatikan sekitar. Kedai makan ini berada di trotoar sebuah gedung perkantoran. Di sisi kiri kedai ada juga kedai-kedai makan tapi sebagian tutup. Mungkin bukanya di waktu malam. Di depan kedai jalan raya besar dan ada tugu yang dibangun menjadi penanda simpang jalan. Seperti yang saya jelaskan tadi, bahwa terlihat gak terlalu banyak kendaraan lewat. Gak ada yang ngebut juga. Semua bergerak sebagaimana mestinya.


Setelah meredakan dangdutan di perut, kami cek maps lagi dan ternyata tujuan kami hanya 100 meter dari kedai. Tinggal menyeberang jalan dan sampai.


Wat Mahathat Temple


..lanjut di sini yaa

Tidak ada komentar