MainJalan ke Trowulan Mengenang Kejayaan Majapahit


 


Sudah hampir 2 tahun saya tidak MainJalan ke luar kota jarak jauh dan menggunakan transportasi umum. Iya, pandemi masih belum berakhir tapi sudah mengalami penurunan kasus dan kelonggaran aturan PPKM di berbagai wilayah Indonesia terutama Pulau Jawa dan Bali. Namun, bukan berarti pandemi sudah usai. Meskipun kasusnya jauh menurun dan sudah bisa beraktivitas di luar ruangan bahkan membuat event, tapi kita harus tetap patuhi protokol kesehatan dimanapun berada, termasuk ketika melakukan perjalanan.

 

Setelah berbagai macam pertimbangan akhirnya saya memilih untuk mengunjungi Trowulan di Mojokerto, Jawa Timur karena belum pernah ke sana dan ingin mengenang kejayaan Kerajaan Majapahit yang menjadi salah satu kerajaan terbesar dan terkuat di Nusantara pada masanya.

 

Bertolak dari Stasiun Gambir, Jakarta pada sore hari pukul 17.00 WIB menggunakan Kereta Api Bima tujuan Surabaya Gubeng dan tiba di Stasiun Mojokerto pada pukul 03.56 WIB. Kali ini saya ditemani oleh seorang kawan seperjuangan, Nila. Kami telah memenuhi syarat dan ketentuan perjalanan menggunakan KAI. Telah divaksinasi lengkap 2 dosis, melakukan swab antigen test, mengecek suhu, menggunakan masker, mencuci tangan, jaga jarak dan check in di aplikasi peduli lindungi. Kami tiba di Mojokerto dengan selamat pagi buta.

 

Kami mencari penginapan yang bisa early check in dan dapat di daerah Magersari bernama OYO Nala Homestay. Begitu tiba di Stasiun Mojokerto, kami mencari becak untuk mengantar ke penginapan. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan, naik becak pagi buta di kota yang baru pertama kali kami kunjungi. Sesampainya di penginapan kami beristirahat sejenak hingga matahari terbit.

 

Candi Bajang Ratu

 

Selama perjalanan ke Trowulan kami menyewa mobil agar memudahkan mobilisasi antar destinasi di sana. Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Candi Bajang Ratu yang terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.




Candi Bajang Ratu atau Gapura Bajang Ratu adalah sebuah gapura yang dibangun pada abad ke-14 pada zaman kejayaan Majapahit. Gapura ini dibangun sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang dalam Negarakertagama disebut kembali ke dunia Wisnu tahun 1250 Saka atau 1328 M. Nama Bajang Ratu dalam Bahasa Jawa berarti bangsawan yang kecil. Nama itu dikaitkan dengan waktu penobatan Raja Jayanegara usianya masih kecil (muda/bujang).

 

Bangunan gapura ini terlihat begitu indah dengan dikelilingi taman yang rapi dan rindang. Kebayang waktu itu di sekitar gapura ini seperti apa. Gapura ini juga menjadi pintu yang dilewati saat Raja Jayanegara mangkat (wafat).

 

Candi Tikus

 

Lokasi selanjutnya yang kami kunjungi adalah Candi Tikus yang berada sekitar 600 meter dari Candi Bajang Ratu. Candi Tikus dibangun sekitar abad 13 sampai 14 karena miniatur menara merupakan ciri khas bangunan pada masa itu. Candi Tikus terkubur dalam tanah dan baru ditemukan pada tahun 1914. Dinamakan Candi Tikus karena lokasi candi berada di sarang tikus disebutkan oleh masyarakat sekitar.

 

Candi Tikus merupakan petirtaan tempat pemandian keluarga raja, namun ada yang menyebutkan untuk penampungan air dan disalurkan ke penduduk Trowulan. Candi Tikus juga memiliki menara berbentuk meru yang dipercaya sebagai tempat pemujaan.

 

Hampir seluruh bangunan Candi berbentuk persegi empat yang terbuat dari batu bata merah. Terdapat beberapa pancuran dan dihiasi oleh bunga teratai. Ketika berada di sini, pengunjung bisa menikmati panorama Gunung yang nampak menyapa.   Suasananya tenang membuat saya terbayang waktu itu pada mandi di sini dan juga bertapa di dalam air.



Kolam Segaran

 

Waktu makan siang tiba, sambil menunggu driver kami sholat Jum’at, kami makan di Sambel Wader dan Botok Cak Mat yang terletak di seberang Kolam Segaran. Makanan menjadi semakin nikmat dengan pemandangan kolam yang mengundang angin sejuk menyapu keringat. Kolam Segaran saat ini dikelilingi oleh pagar dan di sekitarnya dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk berniaga.

 

Kolam ini menjadi tempat penyambutan tamu pada masa Majapahit. Jamuan untuk tamu-tamu Negara dilakukan di sini. Majapahit seakan ingin mengatakan bahwa Negara Majapahit adalah Negara dengan keindahan alam dan kekayaan yang melimpah dengan menjamu tamunya di Kolam Segaran ini.

 

Kampung Majapahit dan Vihara Buddha Tidur

 

Puas santap siang kami bergerak ke Kampung Majapahit dan Vihara Buddha Tidur. Kami menikmati bangunan rumah-rumah khas Majapahit yang masih terlihat jelas. Terbayang lagi oleh saya, waktu itu perkampungan Majapahit seperti itu bahkan lebih ramai lagi dengan bangunan khas Majapahit. Belum ada aliran listrik sehingga menggunakan obor untuk penerangannya.

 

Setelah keliling Kampung Majapahit kami menuju ke Vihara Buddha Tidur. Mojokerto punya patung Buddha Tidur terbesar nomor tiga di dunia. Wow. Vihara ini terletak di Desa Bajijong, Kecamatan Trowulan dan merupakan Buddhist centre dengan bangunan khas Jawa. Di depan bangunan terdapat patung Raden Wijaya, Raja Pertama Majapahit dan Mahapatih Gajahmada menyambut.

 




Patung Buddha Tidur di Mojokerto ini merupakan yang terbesar di Indonesia dengan panjang 22 meter, lebar 6 meter dan tinggi 4,5 meter. Di bawah rupang ini terdapat relief-relief yang menggambarkan kehidupan saat Buddha Gotama, hukum Karmaphala, dan hukum Tumimbal muncul. Bangunan Vihara ini juga dihiasi dengan relief-relief batu pahat khas Jawa dan bangunan joglo yang menjadi simbol beragam budaya. Vihara ini masih aktif digunakan tempat ibadah sehingga diharapkan pengunjung yang berkunjung ke sini menjaga kesopanan dan tidak berisik.

 

Candi Brahu

 

Candi ini dibangun dengan batu bata merah, menghadap ke arah barat dan berukuran panjang sekitar 22,5 m, lebar 18 m, dan tinggi 20 m. Dalam prasasti yang ditulis Empu Sendok tanggal 9 September 939 M, Candi Brahu merupakan tempat untuk kremasi jenazah raja-raja namun hal ini diperlukan penelitian lebih lanjut. Candi ini dipugar pada tahun 1990 hingga 1995.



 


Dari dalam ruangan di tengah candi terdapat burung-burung yang keluar masuk seakan menyambut para pengunjung yang datang. Candi yang sunyi namun hangat suasanannya dikelilingi pemandangan indah yang memanjakan mata.

 

Museum Majapahit dan Pendopo

 

Sayangnya saat kemarin kami berkunjung, Museum Majapahit sedang dalam pemugaran sehingga kami hanya bisa memandangnya dari luar. Kemudian kami ke Pendopo Majapahit yang terdapat relief perjalanan Raja-raja Kerajaan Majapahit sejak pertama kali berdiri. Di pendopo ini juga masih terlihat patok pancang Patih Gajahmada ketika mengucapkan Sumpah Palapa dan di sekitarnya terdapat batu-batu pecahan candi-candi yang ada di Trowulan dan sekitarnya.  

 

Perjalanan ke Trowulan membuat kami semakin mengenal sejarah dan para leluhur sebelum Indonesia merdeka. Dari Patih Gajahmada saya banyak belajar bahwa keinginan untuk mendapatkan kekuasaan bukan untuk kepentingan diri sendiri melainkan harus memiliki cita-cita luhur yang bermanfaat bagi banyak orang seperti keinginannya menyatukan Nuswantara dalam satu dwaja (bendera).

 

Kami juga melihat bahwa betapa jayanya Kerajaan Majapahit dari sisa-sisa peninggalannya. Majapahit juga berhasil membangun pertahanan Negara di laut dan darat. Mungkin bangunan-bangunan kerajaan ini masih banyak yang terkubur dalam tanah. Saat ini masih dilakukan observasi dan penggalian di Situs Kumitir yang diperkirakan merupakan Istana Raja dan pusat Kotaraja Majapahit. Aahh tidak sabar untuk ke sana jika sudah boleh dikunjungi oleh masyarakat umum.

 

Indonesia begitu kaya, mari kita MainJalan ke situs-situs sejarah budaya agar tidak lupa kita ada saat ini karena jasa para leluhur. Salam MainJalan.

2 komentar

  1. Setelah sekian lama bersemedi, akhirnya kembali menikmati alam Indonesia....lanjutkan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya alhamdulillah Pak Richard hehe..semoga dg membaca tulisan ini bisa ikut merasakan perjalanannyaa yaa, terima kasih telah berkenan mampir :)

      Hapus